(Oleh: Pdt. Robi Panggarra, M.Th.)
Secara etimologi, ada beberapa kata yang digunakan untuk
penyembahan dalam Alkitab, seperti yang dikutip oleh Sadhu Sundar Selvaraj
dalam bukunya:
Sahah (Ibrani) berarti menyembah, meniarapkan diri, membungkuk (Kejadian
37:7, 9, 10, 12; Imamat 26:1). Kata ini
pun berarti merundukkan (membungkukkan) badan, menjatuhkan diri, memohon dengan
rendah hati, melakukan penyembahan. Kata
ini secara spesifik dipakai untuk mengartikan: bersujud, bertiarap, sebagai
suatu tindakan penghormatan di hadapan seorang yang mulia. Sahah
digunakan sebagai suatu istilah yang umum untuk datang di hadapan Allah dalam
penyembahan (Keluaran 34:8; I Samuel 15:25; Yeremia 7:2). Proskuneo
(Yunani) berarti penyembahan; melakukan penghormatan kepada; mencium (seperti
seekor anjing yang menjilati tangan tuannya).
Kata ini diterjemahkan sebagai penyembahan sebanyak 60 kali. Definisi yang lebih luas lagi dari kata ini
adalah mencium tangan sebagai bukti penghormatan; berlutut dan dengan dahi
menyentuh tanah sebagai suatu ekspresi yang sangat menghormati; menyembah
dengan berlutut; atau bertiarap untuk melakukan penghormatan atau penyembahan,
entah itu untuk mengekspresikan rasa hormat atau membuat suatu permohonan
kepada Allah. Sebomai (Yunani) berarti memuja-menekankan perasaan kagum atau
ketaatan. Latreuo (Yunani) berarti melayani, menyembah. Arti yang luas adalah menyembah Allah dengan
taat dalam setiap upacara yang diadakan untuk menyembah Dia: dalam hal para
imam untuk memimpin, untuk melaksanakan suatu jabatan yang suci. Eusebo
(Yunani) berarti bertindak dengan saleh atau hormat kepada Allah.[1]
Selain beberapa istilah di atas, masih ada juga istilah
lain yang sering digunakan dalam Alkitab untuk penyembahan. “Kata yang paling umum untuk penyembahan
dalam Perjanjian Lama adalah kata Ibrani Hawah. Bentuk aslinya adalah histahawah, yang artinya bow down (bersujud), to pay homage (memberi penghormatan),
dan worship (menyembah).”[2]
Dari beberapa kata kutipan di atas yang digunakan untuk
penyembahan dalam Alkitab, dapat disimpulkan bahwa penyembahan adalah sikap
merendahkan diri dihadapan Allah yang dapat ditunjukkan dengan cara:
membungkuk, bersujud, bertiarap dengan tujuan memberikan penghormatan,
menyembah, atau memohon kepada Allah sebagai yang layak serta yang agung
mengatasi ciptaan-Nya.
Beberapa pengertian tentang penyembahan juga dijelaskan
oleh Ronald Allen dan John Mac Arthur dalam bukunya masing-masing, yaitu:
Pertama, “Worship
is an active response to God whereby declare His worth.”[3]
Kedua, “Worship
means “to attribute worth” to something or someone.”[4]
Ketiga, “Penyembahan adalah penghormatan dan pemujaan
yang ditujukan kepada Allah.”[5]
Keempat, “Penyembahan adalah memberi kepada Tuhan dan
menuntut seumur hidup untuk memberi kepada Dia korban yang dimintanya: diri
kita secara total.”[6]
Dari sekian banyak catatan tentang penyembahan, terlihat
kesamaan dalam beberapa hal, seperti: adanya penghormatan, tanggapan, pemberian
kepada yang disebut berkuasa yakni Tuhan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penyembahan adalah sebuah tanggapan hati
orang percaya kepada Allah, yang diikuti oleh sikap hormat kepada-Nya dengan
memberikan persembahan yang layak bagi Dia.
Baik secara etimologi maupun epistimologi, terlihat
persamaan yang khas menunjuk kepada penyembahan yaitu pemberian bagi
Tuhan. Dalam konsep Israel,
menyembah merupakan pekerjaan yang mereka lakukan sebagaimana pekerjaan
lain. Hal itu terlihat dari pengasingan
suku Lewi menjadi kelompok yang melayani di rumah Allah secara khusus dan tidak
boleh mengabaikan tugas itu demi pekerjaan yang lain (Imamat 8-9). Dengan kata lain, itu adalah pekerjaan suku
Lewi turun-temurun. Mereka bekerja untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan bait Allah setap hari.
[1] Sadhu Sundar Selvaraj, Seni
Menyembah: Menjadi Penyembah Yang Dicari Tuhan (Jakarta: Nafiri Gabriel,
1996), 39-40.
[2] Djohan E. Handojo, The Fire
of Praise and Worship: 7 Langkah Menjaga Api Pujian dan Penyembahan Tetap
Menyala (Yogyakarta: ANDI, 2007), 12.
[3] Ronald Allen and Gordon Borror, Worship:
Rediscovering the Missing Jewel (Oregon: Multnomah Press, 1982), 16.
[4] Ibid.
[5] John Mac Arthur, Prioritas
Utama Dalam Penyembahan (Bandung:
Kalam Hidup, n.d.), 26.
[6] Bob Sorge, Mengungkap
Segi-Segi Pujian dan Penyembahan: Bimbingan praktis untuk memahami, mendalami
serta mempraktikkan pujian dan penyembahan yang hidup di tengah ibadah (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2002), 51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar