Selasa, 20 Maret 2012

Mengapa Allah Senang Disembah?

(Oleh: Pdt.Robi Panggarra, M.Th.)

Pertanyaan ini tidak dimaksudkan sebagai retorika belaka, namun ada hal penting yang dapat tersingkap tentang penyembahan kepada Allah melalui pertanyaan ini. Jika melihat kembali kepada Perjanjian Lama, Allah menyebut diri-Nya sebagai cemburuan atau pencemburu (Keluaran 20:5). Hal ini tentu beralasan karena dalam dunia Perjanjian Lama pada waktu itu, ada begitu banyak sesembahan yang juga disebut sebagai allah bagi pengikutnya (suku bangsa lain disekitar Kanaan). Oleh karena itu, ada awasan bagi Israel untuk tidak menyembah kepada allah-allah lain yang disembah oleh bangsa-bangsa lain di sekitar Israel.

Allah memperkenalkan diri-Nya kepada bangsa Israel sebagai YHWH, agar di dalam Israel memanggil Allah bukan saja sebagai istilah yang umum, melainkan memiliki makna yang khusus. YHWH menunjukkan diri-Nya sebagai yang ada di tengah-tengah umat-Nya, yang menyertai, kuat, berdaulat, dan tidak ada yang seperti Dia. Bahwa Dialah TUHAN, dan sesungguhnya tidak ada yang lain. Musa mengingatkan orang Israel akan hal ini, dalam Ulangan 6:4 “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa.” Ayat ini dilanjutkan dengan ayat 5, “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Maksud dari semuanya bahwa penyembahan itu bersifat total kepada TUHAN, dan tidak boleh dibagi kepada dewa-dewa, atau apapun yang disebut bangsa yang lain sebagai allah mereka.

Allah menginginkan agar Dia saja yang disembah oleh seluruh umat manusia, oleh karena hanya Dialah yang layak menerima segala penyembahan. Demikian ada penegasan bahwa Dialah TUHAN, sehingga penyembahan membuat Dia benar-benar ada pada tempat yang sewajarnya. Hal ini kembali singkron dengan Hukum Pertama, agar jangan ada Allah lain di hadapan-Nya.

A.W. Tozer menegaskan bahwa: “God desires to take us deeper into Himself … He wants to lead us on in our love for Him who first love us.”1 (A.W. Tozer, Whatever Happened to Worship (Pennsylvania: Christian Publications, 1985), 26.) Jelas sekali bahwa Allah ingin agar ada hubungan yang erat antara diri-Nya dengan umat-Nya. Ia ingin agar umat-Nya mengasihi Dia, sebagaimana Ia telah mengasihi umat-Nya terlebih dahulu. Kasih yang diharapkan di sini memiliki arti yang luas, yakni penghormatan yang tinggi serta kesiapan untuk melayani atau menaati Dia di dalam seluruh aspek kehidupan. Sehingga dapat dipahami bahwa Allah sungguh-sungguh disenangkan dengan umat yang memuji dan menyembah di hadapan-Nya. Ia tidak menginginkan banyak hal dari umat-Nya atau menciptakan mereka untuk sesuatu yang lain dari pada menjadi makhluk yang memuliakan Dia.

Hal itu kembali ditegaskan oleh Ronald Allen dan Gordon Borror dalam bukunya Worship: Rediscovering the Missing Jewel, dengan mengatakan: “God actively seeks true worshipers.”2 (Ronald Allen and Gordon Borror, Worship: Rediscovering the Missing Jewel (Oregon: Multnomah Press, 1982), 33.) Hal itu sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Yesus dalam percakapan-Nya dengan seorang perempuan Samaria dalam Injil Yohanes 4.

Bagaimanapun Allah senang disembah oleh umat-Nya, oleh karena itu Ia selalu mencari penyembah-penyembah yang benar. Penyembah yang benar mengakui keberadaan Allah yang tinggi, berkuasa, pencipta, serta yang menyatakan kepada dunia tentang Dia yang mengatur dan menopang alam semesta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar