(Oleh: Pdt. Robi Panggarra)
Penyembahan
bukanlah sesuatu yang dilakukan tanpa tujuan atau pun arah yang jelas. Sebagaimana penyembahan diberikan kepada
Oknum yang khusus, maka penyembahan itu juga memiliki tujuan yang khusus. Adanya tujuan khusus dari penyembahan itulah
yang menjadikan adanya batasan ataupun aturan-aturan yang dapat membuat sebuah
penyembahan berkenan atau tidak berkenan kepada Allah. Yesus berkata kepada perempuan Samaria dalam Yohanes
4:22, “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami
kenal…” Di sini terlihat fokus yang
jelas dari apa yang Yesus katakan “Mengenal yang disembah”. Ada
tujuan penyembahan yang diberikan kepada Oknum yang dikenal tersebut, oleh
karena pengenalan itu membawa kesadaran untuk memberikan sesuatu yang layak
kepada yang disembah.
Bertolak dari
beberapa definisi pada tulisan saya sebelumnya, maka kegiatan penyembahan tidak lain
bertujuan untuk memberi penghormatan kepada Allah, memuliakan Dia, serta memuji
dan mengagungkan Dia. Dengan kata lain,
“Penyembahan adalah melayani Tuhan”[1],
sehingga dalam menyembah umat Allah perlu datang dengan motivasi untuk memberi
dan bukan sebaliknya hanya untuk menerima sesuatu dari Allah. “Sikap dasar penyembahan bukanlah berkati
aku, Tuhan, melainkan aku akan memuji Tuhan.”[2] Konsep penyembahan yang menuntut kepada Allah
seharusnya diganti dengan sikap yang melayani untuk memberi sesuatu yang layak
dan terbaik kepada-Nya. Inilah motivasi
yang benar dalam penyembahan dan tidak boleh digantikan dengan motivasi ego
untuk memperkaya diri sendiri.
[1] Djohan E. Handojo, The Fire of Praise and Worship: 7 Langkah
Menjaga Api Pujian dan Penyembahan Tetap Menyala (Yogyakarta:
ANDI, 2007), 80.
[2] Bob Sorge, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan:
Bimbingan praktis untuk memahami, mendalami serta mempraktikkan pujian dan
penyembahan yang hidup di tengah ibadah (Yogyakarta:
Yayasan ANDI, 2002), 87. Bob Sorge
sependapat dengan Djohan dalam hal ini, bahwa penyembahan adalah melayani
Allah.