Senin, 12 Maret 2012

Komunikasi Penggembalaan


(Oleh: Pdt Robi Panggarra, M.Th.)
Pada umumnya komunikasi terdiri dari 2 bentuk, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.  Akan tetapi, apabila dilihat dari cara, tujuan, atau pun alat yang digunakan untuk berkomunikasi, maka komunikasi dapat memiliki ragam yang lebih banyak lagi.
Dalam kaitannya dengan komunikasi penggembalaan, kedua bentuk komunikasi tersebut di atas, merupakan bentuk dasar dari semua bentuk komunikasi dalam penggembalaan.  Untuk itu penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
1.      Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi di mana “Pesan telah ditempatkan ke dalam suatu kode bahasa.”Oleh karena itu, di dalam komunikasi verbal, suara dan bahasa menjadi tekanan utama.  Audiens akan mendengar atau tidak, sangat ditentukan oleh bahasa dan suara speakernya.  Hal ini merupakan sesuatu yang serius, dan tidak boleh dianggap remeh secara khusus dalam komunikasi verbal.  Tidak heran bahwa, Kevin Daley berkata dalam bukunya: “Dosa terbesar yang dapat dilakukan oleh seorang pembicara adalah membuat bosan pendengarnya.”2  Kata dosa dalam kutipan ini tentu tidak harus dimaknai secara teologis, namun lebih kepada tekanan betapa pentingnya komunikasi verbal untuk menyampaikan pesan pembicara.
Dalam penggembalaan jemaat, anggota jemaat merupakan target komunikasi dari setiap pembicara atau gembala.  Gembala harus berusaha mempertahankan konsentrasi mereka dalam setiap pertemuan apa pun, agar tujuan komunikasi dapat tercapai dengan maksimal sesuai dengan inti pesan dari apa yang ingin disampaikan.  Oleh karena itu, komunikasi verbal harus dibuat dan disusun sedemikian rupa agar menghasilkan kesan yang terencana bagi setiap orang yang mendengarnya.  Perlu diingat bahwa cerita yang sama sekalipun jika dibawakan oleh pembicara yang berbeda dapat menimbulkan kesan yang berbeda pula bagi para pendengarnya.
2.      Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah sebuah bentuk komunikasi yang mengirim pesan lewat simbol-simbol atau isyarat-isyarat tertentu.  Hal ini dapat berupa bahasa tubuh (Body Language) misalnya: gerakan tangan, gerakan kepala, senyuman, atau pandangan mata.  Komponen-komponen ini tidak dapat diabaikan dalam komunikasi, bahkan pesan dari simbol-simbol ini kadang-kadang lebih tegas dari apa yang diucapkan secara langsung.  Larry King sebagai seorang ahli komunikasi berkata: “Bahasa tubuh sama halnya dengan bahasa lisan.”3  Maksudnya adalah jika bahasa verbal dipelajari secara intensif dengan berbagai bentuk yang khusus, maka bahasa nonverbal juga haruslah demikian adanya.  Gerakan tubuh yang tidak karuan/tidak terencana, hanya akan mengganggu komunikasi yang seharusnya berlangsung dengan baik.  Memang gerakan-gerakan itu perlu terlihat oleh audiens sebagai sesuatu yang spontan, namun sebaiknya merupakan sesuatu yang terencana pada pihak pembicara.  Latihan akan menjadi penting, supaya gerakan yang terencana itu tidak terkesan dibuat-buat, kaku, dan seolah-olah dihafalkan.  Hal tersebut harusnya menjadi ekspresi tekanan dari apa yang dikomunikasikan secara verbal.
Bentuk-Bentuk Komunikasi Penggembalaan
Secara praktis, ada beberapa bentuk komunikasi yang dapat dilakukan dalam penggembalaan.  Bentuk-bentuk komunikasi tersebut dilakukan secara berbeda oleh karena adanya beberapa hal yang patut dipertimbangkan, seperti: berapa banyak orang yang menjadi lawan bicara atau yang mendengar pembicara, apa yang ingin dicapai dari komunikasi itu, serta kapan hal itu dilaksakan.
1.      Komunikasi Pribadi (Personal Communication)4
Komunikasi pribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi yang umumnya ditemukan dalam penggembalaan.  Komunikasi pribadi tersebut dapat berupa komunikasi intra personal yang berupa seni dalam mendengar diri sendiri, suara hati, atau menemukan kehendak Tuhan dalam visi; serta komunikasi inter personal yang adalah bentuk komunikasi pribadi dari seseorang kepada seseorang yang lain.
Keduanya merupakan kebutuhan yang penting dalam dunia penggembalaan.  Misalnya: saat teduh pribadi, dan doa pribadi seorang gembala, serta juga dalam melakukan konseling penggembalaan.  Koneseling adalah bentuk komunikasi pribadi yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan penggembalaan, dan mungkin dapat dikatakan bahwa hal tersebut adalah cara terbaik untuk menemukan permasalahan jemaat secara spesifik dan mengetahui dengan jelas apa yang menjadi kebutuhan mereka.  Oleh karena itu, ketrampilan seorang gembala dalam komunikasi pribadi akan sangat menentukan keberhasilannya dalam mengembangkan jemaat yang digembalakan.
2.      Komunikasi Kelompok (Group Communication)5
Penggembalaan juga tidak dapat dilepaskan dari komunikasi kelompok.  Hal ini terjadi karena adanya ibadah raya Minggu yang melibatkan seluruh anggota jemaat (komunikasi kelompok besar).  Hanya saja, berbeda dengan komunikasi inter pribadi seperti konseling, komunikasi dalam ibadah raya terjadi secara monolog.  Keterbatasan ini harus diperhatikan oleh seorang gembala, bagaimana ia menciptakan/atau merencanakan khotbah yang tetap menarik dan yang dapat menyampaikan pesan dengan baik, sekalipun tidak mendapat interaksi langsung.  Karena itu, kemampuan untuk membaca bahasa nonverbal dari jemaat merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga keefektifan komunikasi kelompok dalam ibadah raya.
Seiring dengan kebutuhan tersebut, ada bentuk komunikasi kelompok yang lebih kecil, seperti kelompok PA, Cell Group, dll, yang mana dalam kelompok-kelompok tersebut terjadi komunikasi yang multi arah.  Hal tersebut membuat adanya kemungkinan untuk saling pengertian yang lebih baik.  Mungkin itu sebabnya kelompok kecil menjadi kunci keberhasilan gereja Korea yang dipimpin oleh Cho Yonggi, termasuk juga beberapa gereja di Indonesia yang menerapkan sistem kelompok kecil.
3.      Komunikasi Massa (Mass Communication)6
Seiring dengan kemajuan teknologi, gereja juga tidak tinggal diam dalam upaya peningkatan kualitas penggembalaan dengan menggunakan sarana-sarana komunikasi modern yang mungkin dulunya tidak dikenal dan digunakan oleh gereja.  Pemanfaatan fasilitas seperti: majalah, koran, TV, radio, jaringan internet, dsb juga telah menjadi sarana komunikasi penggembalaan akhir-akhir ini.
Kesibukan masyarakat perkotaan dan situasi kehidupan perkotaan sering menjadi alasan beberapa orang untuk tidak menghadiri ibadah hari Minggu.  Namun, dengan sarana komunikasi massa melalui media komunikasi, mengakibatkan adanya kemudahan dalam memperoleh informasi firman Tuhan, meskipun tidak harus bertatap muka secara langsung dengan pembicara (hal ini tidak dianjurkan).  Oleh sebab itu, bagi mereka yang terpanggil menjadi gembala sidang di zaman yang begitu maju dengan IPTEK, perlu memperhatikan dan mengikuti kemajuan itu sehingga tidak  dianggap GAPTEK (Gagap Teknologi), tetapi sebaliknya dapat memahami perkembangan teknologi untuk menjadi lebih efektif dalam melaksanakan tugas penggembalaan.

Andnote:
1David J. Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally (Malang: SAAT, 2005), 44.
2Kevin Daley, Speaking Mastering (Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2005), 29.
3Larry King, Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 21.

4Peter Anggu, Catatan Kuliah: Komunikasi Pastoral (Makassar: STTJ, Maret 2008).
5Ibid.
6Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar