(Oleh: Pdt Robi Panggarra, M.Th.)
Pada umumnya komunikasi terdiri dari 2 bentuk, yaitu
komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Akan tetapi, apabila dilihat dari cara,
tujuan, atau pun alat yang digunakan untuk berkomunikasi, maka komunikasi dapat
memiliki ragam yang lebih banyak lagi.
Dalam kaitannya dengan komunikasi penggembalaan, kedua
bentuk komunikasi tersebut di atas, merupakan bentuk dasar dari semua bentuk
komunikasi dalam penggembalaan. Untuk
itu penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal.
1.
Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi di mana “Pesan
telah ditempatkan ke dalam suatu kode bahasa.”1 Oleh karena itu, di dalam komunikasi
verbal, suara dan bahasa menjadi tekanan utama.
Audiens akan mendengar atau tidak, sangat ditentukan oleh bahasa dan
suara speakernya. Hal ini merupakan
sesuatu yang serius, dan tidak boleh dianggap remeh secara khusus dalam
komunikasi verbal. Tidak heran bahwa,
Kevin Daley berkata dalam bukunya: “Dosa terbesar yang dapat dilakukan oleh
seorang pembicara adalah membuat bosan pendengarnya.”2 Kata dosa dalam kutipan ini tentu tidak harus
dimaknai secara teologis, namun lebih kepada tekanan betapa pentingnya komunikasi
verbal untuk menyampaikan pesan pembicara.
Dalam penggembalaan jemaat, anggota jemaat merupakan
target komunikasi dari setiap pembicara atau gembala. Gembala harus berusaha mempertahankan konsentrasi
mereka dalam setiap pertemuan apa pun, agar tujuan komunikasi dapat tercapai
dengan maksimal sesuai dengan inti pesan dari apa yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, komunikasi verbal harus
dibuat dan disusun sedemikian rupa agar menghasilkan kesan yang terencana bagi
setiap orang yang mendengarnya. Perlu
diingat bahwa cerita yang sama sekalipun jika dibawakan oleh pembicara yang
berbeda dapat menimbulkan kesan yang berbeda pula bagi para pendengarnya.
2.
Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah sebuah bentuk komunikasi
yang mengirim pesan lewat simbol-simbol atau isyarat-isyarat tertentu. Hal ini dapat berupa bahasa tubuh (Body Language)
misalnya: gerakan tangan, gerakan kepala, senyuman, atau pandangan mata. Komponen-komponen ini tidak dapat diabaikan dalam
komunikasi, bahkan pesan dari simbol-simbol ini kadang-kadang lebih tegas dari
apa yang diucapkan secara langsung.
Larry King sebagai seorang ahli komunikasi berkata: “Bahasa tubuh sama
halnya dengan bahasa lisan.”3
Maksudnya adalah jika bahasa verbal dipelajari secara intensif dengan
berbagai bentuk yang khusus, maka bahasa nonverbal juga haruslah demikian
adanya. Gerakan tubuh yang tidak
karuan/tidak terencana, hanya akan mengganggu komunikasi yang seharusnya
berlangsung dengan baik. Memang
gerakan-gerakan itu perlu terlihat oleh audiens sebagai sesuatu yang spontan,
namun sebaiknya merupakan sesuatu yang terencana pada pihak pembicara. Latihan akan menjadi penting, supaya gerakan
yang terencana itu tidak terkesan dibuat-buat, kaku, dan seolah-olah
dihafalkan. Hal tersebut harusnya menjadi
ekspresi tekanan dari apa yang dikomunikasikan secara verbal.
Bentuk-Bentuk Komunikasi Penggembalaan
Secara praktis, ada beberapa bentuk komunikasi yang dapat dilakukan dalam
penggembalaan. Bentuk-bentuk komunikasi
tersebut dilakukan secara berbeda oleh karena adanya beberapa hal yang patut
dipertimbangkan, seperti: berapa banyak orang yang menjadi lawan bicara atau
yang mendengar pembicara, apa yang ingin dicapai dari komunikasi itu, serta
kapan hal itu dilaksakan.
1.
Komunikasi Pribadi (Personal Communication)4
Komunikasi pribadi merupakan salah satu bentuk
komunikasi yang umumnya ditemukan dalam penggembalaan. Komunikasi pribadi tersebut dapat berupa komunikasi
intra personal yang berupa seni dalam
mendengar diri sendiri, suara hati, atau menemukan kehendak Tuhan dalam visi;
serta komunikasi inter personal yang
adalah bentuk komunikasi pribadi dari seseorang kepada seseorang yang lain.
Keduanya merupakan kebutuhan yang penting dalam dunia
penggembalaan. Misalnya: saat teduh
pribadi, dan doa pribadi seorang gembala, serta juga dalam melakukan konseling
penggembalaan. Koneseling adalah bentuk
komunikasi pribadi yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan penggembalaan, dan
mungkin dapat dikatakan bahwa hal tersebut adalah cara terbaik untuk menemukan
permasalahan jemaat secara spesifik dan mengetahui dengan jelas apa yang
menjadi kebutuhan mereka. Oleh karena
itu, ketrampilan seorang gembala dalam komunikasi pribadi akan sangat
menentukan keberhasilannya dalam mengembangkan jemaat yang digembalakan.
2.
Komunikasi Kelompok (Group Communication)5
Penggembalaan juga tidak dapat dilepaskan dari
komunikasi kelompok. Hal ini terjadi
karena adanya ibadah raya Minggu yang melibatkan seluruh anggota jemaat
(komunikasi kelompok besar). Hanya saja,
berbeda dengan komunikasi inter pribadi seperti konseling, komunikasi dalam
ibadah raya terjadi secara monolog.
Keterbatasan ini harus diperhatikan oleh seorang gembala, bagaimana ia
menciptakan/atau merencanakan khotbah yang tetap menarik dan yang dapat menyampaikan
pesan dengan baik, sekalipun tidak mendapat interaksi langsung. Karena itu, kemampuan untuk membaca bahasa
nonverbal dari jemaat merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga
keefektifan komunikasi kelompok dalam ibadah raya.
Seiring dengan kebutuhan tersebut, ada bentuk komunikasi
kelompok yang lebih kecil, seperti kelompok PA, Cell Group, dll, yang mana
dalam kelompok-kelompok tersebut terjadi komunikasi yang multi arah. Hal tersebut membuat adanya kemungkinan untuk
saling pengertian yang lebih baik.
Mungkin itu sebabnya kelompok kecil menjadi kunci keberhasilan gereja Korea yang dipimpin oleh Cho Yonggi, termasuk
juga beberapa gereja di Indonesia
yang menerapkan sistem kelompok kecil.
3.
Komunikasi Massa (Mass Communication)6
Seiring dengan kemajuan teknologi, gereja juga tidak tinggal
diam dalam upaya peningkatan kualitas penggembalaan dengan menggunakan
sarana-sarana komunikasi modern yang mungkin dulunya tidak dikenal dan
digunakan oleh gereja. Pemanfaatan
fasilitas seperti: majalah, koran, TV, radio, jaringan internet, dsb juga telah
menjadi sarana komunikasi penggembalaan akhir-akhir ini.
Kesibukan masyarakat perkotaan dan situasi kehidupan
perkotaan sering menjadi alasan beberapa orang untuk tidak menghadiri ibadah
hari Minggu. Namun, dengan sarana
komunikasi massa
melalui media komunikasi, mengakibatkan adanya kemudahan dalam memperoleh
informasi firman Tuhan, meskipun tidak harus bertatap muka secara langsung
dengan pembicara (hal ini tidak dianjurkan). Oleh sebab itu, bagi
mereka yang terpanggil menjadi gembala sidang di zaman yang begitu maju dengan
IPTEK, perlu memperhatikan dan mengikuti kemajuan itu sehingga tidak
dianggap GAPTEK (Gagap Teknologi), tetapi sebaliknya dapat memahami perkembangan teknologi untuk menjadi lebih efektif dalam
melaksanakan tugas penggembalaan.
Andnote:
1David J. Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally (Malang: SAAT, 2005), 44.
2Kevin Daley, Speaking Mastering (Jakarta:
Buana Ilmu Populer, 2005), 29.
3Larry King, Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan
Saja, di Mana Saja (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2004), 21.
4Peter Anggu, Catatan Kuliah: Komunikasi Pastoral (Makassar:
STTJ, Maret 2008).
5Ibid.
6Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar